SEJARAH MEDIA DAN SEJARAH HUKUM MEDIA DI INDONESIA

A. Sejarah Media Massa

Media massa yang pertama kali lahir adalah media cetak. Hal ini sesuai dengan perkembangan teknologi dimana teknologi percetakan lebih dulu lahir dibandingkan dengan teknologi komunikasi dan teknologi penyiaran. Dengan mesin percetakan maka dapat diterbitkan buku, surat, dan selebaran.

Tabel 1. Sejarah Perkembangan Media Massa

Penemu

temuan

Keterangan

Johan Guternberg (1440)

Alat mesin cetak (metal)

Digunakan untuk mencetak surat kabar dan selebaran.

Samuel Morse (1844)

Alat telegraph

Digunakan untuk mengirimkan pesan dari Washington DC ke Baltimore

Alexander Graham Bell (1876)

Telepon

Digunakan untuk pengiriman pesan melalui pesawat telepon dengan kabel

Heinrich Rudolp Hertz

Gelombang radio

Energy dapat dikirim tanpa melalui kabel

Guglielmo Marconi

Radio

Namun,belum diakui di Italia.kemudian ia pindah ke Inggris tahun 1896. Hingga 5 tahun kemudian signalnya menjangkau Amerika

B. Perkembangan Hukum Media

Hukum pers yang berkembang di Indonesia dari masa Hindia Belanda sampai masa reformasi adalah hukum pers media cetak. Sedikit sekali yang disinggung mengenai hukum pers penyiaran. Bahkan dalam kajian pers secara umum, yang bukan kajian hukum, baik dari sisi sejarah, politik dan komunikasi politik para penulis seakan mengabaikan dan member porsi yang sedikit kepada pers penyiaran. Namun dengan makin berkembangnya media penyiaran juga berkembang kajian media penyiaran dan media cetak.

Ada beberapa penyebab mengapa terjadi ketimpangan atau ketertinggalan dunia penyiaran dibandingkan dengan dunia jurnalistik cetak yaitu :

1. Pers cetak lahir lebih dahulu daripada pers penyiaran, karena lembaga pers cetak memang lebih dahulu lahir daripada lembaga penyiaran. Hal ini bukan merupakan Kasus Istimewa bagi Indonesia, karena perkembangan teknologi penyiaran memang baru ditemukan sekitar 4 abad setelah teknologi cetak.

2. Sejak masa kemerdekaan, media penyiaran di Indonesia berpuluh-puluh tahun dikuasai oleh pemerintah. Sehingga pers penyiaran juga merupakan pers pemerintah. Pers penyiaran yang berorientasi kepada pemerintah tidak menimbulkan persoalan hukum dan politik dengan pemerintah. Sebalikanya, pers cetak memiliki banyak persoalan dengan hukum dan politik dalam berhadapan dengan pemerintah. Karena itu, pers cetak memerlukan semacam “perlindungan Hukum” yang lebih pasti.

Dengan kata lain, media cetak berada pada lorong yang penuh resiko berhadapan dengan pemerintah maupun masyarakat, sementara media penyiaran berada pada lorong yang tidak berhadapan dengan keduanya. Inilah yang menjelaskan mengapa hukum media yang berkembang di Indonesia adalah hukum pers (cetak) saja.

C. Sejarah Media di Indonesia

Sejarah pers di Nusantara dimulai sejak abad ke-8 ketika Gubernur Jenderal Van Imhoff mendirikan Bataviasche Nouwells tahun 1744, tiga abad setelah mesin cetak ditemukan oleh Gutenberg. Bila sejarah pers Indonesia dimulai sejak berdirinya Koran pertama tahun 1744, maka sejarah hukum media di Indonesia dimulai sejak keluarnya peraturan hukum tentang media yang pertama di Indonesia, yaitu tatkala Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Reglement op de Drukwerken in Nederlandsch-Indie tahun 1856.

Bila sejarah Pers Indonesia dimulai sejak berdirinya Koran pertama tahun 1744, maka sejarah hukum media di Indonesia dimulai sejak keluarnya peraturan hukum tentang media yang pertama di Indonesia, yaitu tatkala Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Reglement po de Drukwerken in Nederlandsch-indie tahun 1856.

Secara umum, sejarah hukum media di Indonesia dalam kurun waktu sekitar 1,5 abad sejak zaman Hindia Belanda hingga era reformasi di abad ke-21 diwarnao dengan ketentuan hukum yang mengekang kebebasan media, khususnya kebebasan pers. Meskipun terdapat pasang surut, namun secara umum pengekangan lebih menonjol daripada kebebasannya.

Isi atau materi hukum media yang pernah berlaku di Indonesia bisa dibedakan dalam beberapa materi sebagai berikut :

1. Hukum yang member kewenangan penguasa untuk melakukan sensor preventif. Sensor preventif adalah sensor yang dilakukan sebelum sebuah media diterbitkan.

2. Hukum media yang memberi kewenangan kepada penguasa untuk menutup dan membredel sebuah media.

3. Hukum media yang member kewenangan kepada penguasa untuk mengeluarkan dan mencabut izin dan sebaliknya juga mewajibkan media untuk mendapatkan izin sebelum menerbitakan medianya.

4. Hukum media yang berisi jaminan kebebasan pers atau kebebasan media.

Dilihat dari sifat peraturannya, sejarah hukum media dapat dibagi dalam tiga periode.

1. Pertama, periode sensor preventif. Periode ini dimulai sejak keluar peraturan pertama tentang pers yang mengatur sensor preventif sampai dicabutnya peraturan itu (1856-1906) dan dilanjutkan pada zaman Jepang (1942-1945).

2. Kedua, periode perizinan/pemberedelan. Periode ini berlangsung sejak kedatangan Jepang (1940-1942) dan kemudian berlanjut ketika terjadi pemberedelan 13 penerbit pada masa akhir Demokrasi Liberal sampai berakhirnya Orde Baru (1957-1998).

3. Ketiga, periode kebebasan pers. Periode ini dimulai sejak Republik Indonesia diproklamasikan hingga menjelang berakhirnya Demokrasi Liberal (1945-1957) dan dilanjutkan dengan pada masa reformasi (1998-sekarang).

ketiga periode tersebut tidak dalam suatu pembatasan waktu yang ketat, karena pada masa yang disebut sebagai masa “kebebasan pers” terdapat upaya-upaya untuk mengekang pers. Pada masa sensor preventif juga terdapat pemberedelan.

Pembagian periode ini juga tidak dibatasi oleh periodisasi kekuasaan politik. Sebab pergantian penguasa politik baik masa penjajahan (Belanda/Jepang) maupun masa kemerdekaan (Orde Baru/Orde Lama) masing-masng memiliki kesamaan dalam melihat kebebasan pers, perbedaannya terdapat pada gradasi bukan pada substansi.

POKOK-POKOK HUKUM MEDIA

A. PENDAHULUAN

Studi mengenai hukum media di Indonesia masih relatif langka. Kajian hukum media yang telah ada pada umumnya disebut sebagai hukum pers (pers law). Kelangkaan kajian hukum media tersebut antara lain disebabkan rendahnya kesadaran akan perlunya suatu bentuk pengaturan media yang lebih sehat dan menjamin kebebasan media. Pengaturan di bidang media massa cenderung dianggap sebagai masalah politik, bukan masalah hukum.

A. 1. Ruang Lingkup

Oemar Seno Adji menyebutkan bahwa hukum pers meliputi beberapa pengertian. Diantaranya yaitu, aturan-aturan mengenai publikasi (code of publication). Peraturan ini berhubungan dengan masalah-masalah fundamental dalam kaitannya dengan pengaturan hak asasi manusia, hak menyatakan pendapat (freedom of expression ) dan kebebasan pers (freedom of the press). Karena itu hukum pers di sini berkaitan dengan konstitusi negara, yang pada gilirannya membawa hukum pers berhubungan dengan hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

Sedangkan Abdul Muis menyebut hukum komunikasi dengan istilah yang lebih luas yaitu hukum yang mengatur kebebasan dan tanggung jawab dalam proses penyampaian pesan antara manusia. Hukum komunikasi tidak hanya terbatas pada hukum untuk media massa, namun juga hukum dalam untuk komunikasi dalam pengertian yang luas. Mengenai media massa, Abdul Muis menyebutkan bahwa media massa tidak hanya media cetak, melainkan media penyiaran (TV/radio) dan cyberspace.

Dari kedua pendapat ahli hukum itu dapat disimak bahwa Oemar Seno Adji terlampau sempit karena hanya menekankan pada bidang pers saja. Sedangkan pendapat Abdul Muis mengenai hukum komunikasi kiranya terlalu luas cakupannya untuk di bahas.

A. 2. Ruang Lingkup di Amerika Serikat

First Amendement Amerika Serikat memberikan perlindungan atas kebebasan pers secara tegas. Satu persatu pula, jenis media baru itu memperoleh pengakuan sebagai bagian dari the First Amendement. Media film harus menunggu 50 tahun untuk diakui sebagai bagian dari media yang harus dilindungi kebebasannya. Tetapi TV adalah media yang paling sedikit memperoleh perlindungan dari First Amendement. Kebebasan media TV kemudian justru mendapat banyak batasan dari Federal Communication Comission (FCC), sebuah badan regulasi untuk penyiaran

Pengertian atau penafsiran “Pers” di sini telah mengalami perkembangan jauh meliputi media elektronik dan saat itu merambah ke media internet. Penafsiran yang progresif ini terjadi karena jasa para hakim di Mahkamah Agung AS. Kebetulan Amerika Serikat menganut system Hukum Anglo Saxon dimana kumpulan putusan hakim (Jurisprudensi) menjadi salah satu sumber hukum utama.

Pers di Amerika Serikat pada mulanya menjadi alat propaganda dari kekuatan politik yang saling bermusuhan. Karena itu, untuk mengatasi hal itu muncul gagasan bahwa pers harus melindungi rakyat dari tindakan pemerintah yang sewenang-wenang dan tidak lagi melindungi kepentingan kelompoknya. Agar pers dapat menjadikan fungsinya, tetap kritis, maka pers harus bebas dari sensor pemerintah. Itulah yang kemudian mendasari lahirnya First Amendement Konstitusi AS.

A. 3. Batasan Istilah

Terminologi yang digunakan untuk menyebut hukum dalam hubungannya dengan komunikasi massa, apakah itu hukum pers, hukum komunikasi atau hukum media massa, sebenarnya tidak ada suatu batasan yang pasti. Hal ini tergantung bidang apa yang hendak menjadi kajian.

Istilah hukum pers, merujuk kepada hukum yang mengatur tentang keberadaan pers cetak dalam segala aspeknya. Istilah hukum komuniakasi berarti hukum itu mengatur tentang komunikasi tidak hanya sekedar komunikasi

Hukum komunikasi adalah hukum yang mengatur tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan aspek-aspek telekomunikasi atau yang berkaitan dengan penggunaan ranah publik gelombang radio, termasuk aspek teknisnya. Hukum komunikasi juga mengatur tentang masalah kepemilikan dan perizinan.

Hukum media adalah hukum yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan media massa sebagai alat komunikasi massa. Hukum media meliputi hukum media cetak, hukum media penyiaran, film, hukum cyber, dan hukum pers. Ketentuan yang diatur adalah tentang masalah isi media, prosedur penggunaan media, kepemilikan media dan sebagainya.

Antara hukum komunikasi dan hukum media terdapat kesamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa hukum komunikasi dan hukum media sama-sama mengatur masalah penyiaran radio dan TV, mengatur kepemilikan dan perizinan. Perbedaannya adalah hukum komunikasi meliputi masalah teknis hanya berkaitan dengan bidang nedua khususnya penyiaran.

Sedangkan, hukum penyiaran membahas aspek hukum yang berkaitan dengan media penyiaran yang meliputi Radio, TV, dan film. Pers penyiaran hanya sedikit dibahas di dalam hukum penyiaran karena lazimnya dibahas dalam hukum pers.

Hukum pers. Meskipun nama yang lazim dipakai adalah hukum pers. Namun, pengertian istilah tersebut dimaksudkan sebagai hukum media cetak. Hukum pers biasanya diasumsikan sebagai hukum pers cetak.

Hukum internet (cyber Law) adalah hukum yang berkaitan dengan ketentuan media intenet. Di beberapa Negara, hukum cyber telah masuk dalam bagian hukum penyiaran. Secara sederhana sebenarnya hukum media dalam hal ini memiliki ruang lingkup yang kurang lebih sama dengan ruang lingkup UU Pers sebenarnya hukum media dalam hal ini memiliki ruang lingkup yang kurang lebih sama dengan ruang lingkup UU Pers No.40 tahun 1999 dan UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Dimana yang pertama memiliki ruang lingkup untuk media cetak dan yang kedua untuk media penyiaran (TV dan Radio)

B. MENGAPA MEDIA HARUS DIATUR?

Terdapat dua sisi kepentingan dalam pemgaturan dalam bidang media yaitu:

1. pertimbangan umum atau kepentingan publik. Atas nama kepentingan umum atau kepentingan masyarakat, Negara harus mengatur mengenai HAM(Hak Asasi Manusia) terkait kebebasan berpendapat termasuk berpendapat di media massa. Karena pada dasarnya, media adalah ruang publik bagi masyarakat sebagai tempat untuk mengeluarkan pendapat

2. kepentingan bisnis. Pengelolaan sebuah media dilakukan oleh sebuah organisasi yang pada umumnya untuk mencari laba dalam sistem ekonomi kapitalis. Karena itu, jiwa “kepentingan umum”nya pada media bisa terkontaminasi oleh kepentingan privat perusahaan. Dari sisi ini, media harus dikendalikan agar tidak merugikan masyarakat.

Hubungan tiga pihak yaitu antara media, kepentingan umum, dan kepentingan privat perusahaan inilah yang menjadi dasarnya atau inti dari hukum media. Hukum media menjaga agar kepentingan umum dapat terjaga dalam media. Namun hukum media juga menyadari bahwa media harus dapat menghidupi dirinya.

C. MEDIA CETAK DAN MEDIA PENYIARAN

Perbedaan fundamental antara media cetak dan media penyiaran adalah dalam penggunaan alat untuk menyampaikan pesan kepada massa. Media cetak dalam menyampaikan pesan kepada massa atau khalayaknya dengan mencetak pesan-pesannya di atas kertas. Sedangkan media penyiaran menyampaikan pesan melalui teknologi komunikasi baik berupa suara (audio) maupun suara dan gambar (audio dan visual). Pesan berupa suara atau suara dan gambar tadi kemudian didistribusikan melalui frekuensi gelombang radio.

Frekuensi gelombang radio ini secara hukum dinyatakan milik publik. Oleh karena media penyiaran menggunakan fasilitas publik dalam distribusinya, maka media ini memperoleh perlakuan yang lebih ketat di mata hukum. Sedangkan media cetak lebih longgar.

Perbedaan media cetak dan media penyiaran juga terjadi dalam bidang pers. Istilah pers cetak dan pers penyiaran, tidak dapat digunakan secara bergantian. Sebab istilah pers (cetak) memiliki implikasi hukum yang berbeda dengan pers (penyiaran).

Meskipun ada kesamaan dan perbedaan antara hukum media cetak dan media penyiaran, namun keduanya memiliki prinsip dasar atau asas-asas yang sama. Dilihat dari asas-asasnya perbedaan antara hukum media cetak dan media penyiaran lebih merupakan perbedaan gradasi, meskipun dalam tingkat teknis perbedaan ini bisa sangat tajam terutama bila dilihat dari sumber hukumnya.

D. ASAS-ASAS HUKUM MEDIA

Agar sebuah produk hukum yang mengatur media memenuhi tujuan hukum media, diperlukan rumusan asas-asas dalam hukum media. Asas-asas hukum media dirumuskan berdasarkan asumsi sistem media yang merupakan gabungan unsure-unsur positif dari sistem media liberal, sistem media tanggung jawab sosial, sistem media pembangunan, dan sistem media demokratis-partisipatif sebagaimana diuraikan oleh Denis Mc Quail.

Dari penggabungan tersebut kemudian dirumuskan asas-asas hukum media sebagai berikut:

1. Asas kebebasan media;

2. Asas anti sensor;

3. Asas pertanggungjawaban sosial;

4. Asas pembatasan kepemilikan;

5. Asas perlindungan profesi

6. Asas perlindungan hak perseorangan.

E. SUMBER-SUMBER HUKUM MEDIA

Sumber-sumber hukum media agak berbeda dengan beberapa lapangan hukum lainnya, yang peraturannya terangkum dalam satuan peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam peraturan hukum bidang media tidak semuanya terkumpul dalam suatu undang-undang tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan sifat hukum media yang mencakup aspek-aspek ideologi dan politik yang fundamental seperti hak asasi manusia, aspek manusia bisnis, sampai aspek-aspek teknis telekomunikasi.

Karena lingkup hukum media yang luas dan materinya “berserak” maka dipandang perlu mengklasifikasikan sumber hukum media dalam beberapa kelompok. Klasifikasi disusun berdasarkan isi atau substansi permasalahan yang diatur. Yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip ideologis-politis, ketentuan yang berisi aspek teknis operasional media, dan ketentuan yang tidak mengatur aspek-aspek ideologis-prinsip dan juga tidak mengatur tentang teknis operasional media, namun secara materi ketentuan yang dikandung di dalamnya berpengaruh kepada kehidupan media massa. Berdasarkan penggolongan tersebut dikelompokkan sumber hukum media sebagai berikut.

E.1 Sumber Hukum media Fundamental

Yang dimaksud dengan hukum media fundamental adalah ketentuan-ketentuan hukum yang memuat materi tentang aspek-aspek mendasar dari suatu media yang bermuatan ideologis-politis seperti ketentuan mengenai hak asasi manusia, hak menyatakan pendapat secara bebas, hak berkomunikasi, kebebasan berinformasi, kebebasan pers, dan sebagainya.

E.2 Hukum Media Fungsional

Hukum media fungsional adalah sumber-sumber hukum media yang berisi peraturan perundang-undangan yang mengatur atau menjabarkan penggunaan atau fungsi daru hukum media fundamental. Ketentuan ini berisi tentang teknis operasional suatu media atau bagian media tertentu, misalnya UU Pers, UU penyiaran, UU periklanan dan sebagainya.

E.3 Hukum Media Struktural

Kelompok hukum media ketiga ini adalah peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang suatu sektor atau bidang kehidupan masyarakat tertentu yang tidak secara langsung mengatur tentang media, namun peraturan hukum ini secara materiil berdampak bagu kehidupan media massa, secara langsung atau tidak langsung, misalnya UU tentang Koperasi, UU larangan praktik monopoli, dan sebagainya.

F. SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM MEDIA

Dalam ilmu hukum, setiap orang dianggap sebagai subjek hukum yang telah memiliki hak dan kewajiban. Setiap manusia, sebagai subjek hukum memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum. Namun subjek hukum tidak hanya manusia (naturlijke person), melainkan badan hukum (rechtspersoon) juga bisa dianggap sebagai subjek hukum.

Sedangkan objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum. Biasanya objek hukum berupa benda. Menurut huku perdata, benda adalah segala barang-barang dan hak yang dapat dimiliki oleh orang.

Berdasarkan batasan yang telah dikenal dalam dunia hukum, maka yang menjadi subjek hukum media adalah:

a. Pengelola media ( redaksi, produser, design grafis) yaitu orang yang terlibat dalam proses persiapan bahan/materi, pengolahan, penyuntingan, dan penerbitan atau penyiaran isi media.

b. Perusahaan media atau lembaga/organisasi media adalah badan hukum tempat media bernaung. Lembaga /organisasi media adalah yangbertanggung jawab terhadap aspek usaha dan logistik media.

Sedangkan yang menjadi objek hukum media adalah isi media yaitu:

a. Karya jurnalistik atau pers adalah isi media yang sangat penting karena memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat. Pers juga merupakan isi media massa yang mempunyai batasan atau ruang lingkup yang relative jelas dan memiliki ukuran-ukuran universal.

b. Iklan merupakan bagian isi media massa yang sangat vital bagi kehidupan media. Iklan berisi informasi nyata dan atau fiktif yang disajikan secara subjektif.

Hiburan (faktual dan non-faktual). Hiburan dalam media massa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu hiburan faktual misalnya musik, reality show, dan olahraga. Sedangkan yang non faktual misalnya film, sinetron, drama, dan sebagainya.

2 Response to "SEJARAH MEDIA DAN SEJARAH HUKUM MEDIA DI INDONESIA"

  1. Need2Communicate Says:

    thanks 4 the artikel.
    buku referensinya apa ya mba?tk

  2. Anita Kusuma Wardana Says:

    referensinnya dari buku dasar-dasar hukum media,,,,